
WARTAWAN24.COM – Senyum penuh haru dan kebahagiaan terlukis di wajah Kiki Wulandari Nasution, seorang siswi kelas XI SMK UISU Medan. Setelah menunggu selama dua tahun lamanya, Kiki akhirnya bisa menggenggam ijazah Sekolah Menengah Pertamanya yang sempat tertahan di sekolah akibat tunggakan administrasi. Momen tersebut menjadi sangat emosional baginya, terlebih karena perjuangan dan penantian panjang akhirnya membuahkan hasil.
Ijazah yang selama ini ia butuhkan untuk keperluan administrasi sekolah dan masa depannya, sebelumnya tertahan di SMP Swasta Al Washliyah IV Medan. Penyebabnya adalah tunggakan pembayaran SPP selama lima bulan serta biaya seragam batik sekolah yang belum sempat dilunasi keluarganya karena keterbatasan ekonomi. Hal ini membuat Kiki harus menjalani pendidikan menengah kejuruan dengan berbagai kendala administratif.
Namun titik terang datang dari Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan, Pemko berinisiatif menebus ijazah-ijazah siswa yang tertahan akibat kendala keuangan, termasuk ijazah milik Kiki. Kegiatan penebusan tersebut dilakukan secara simbolis di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Saat ditemui usai menerima ijazahnya, Kiki mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan mata berkaca-kaca. “Tunggakan saya SPP lima bulan dan uang seragam batik,” ucapnya lirih, mengenang masa-masa sulit yang harus ia hadapi bersama keluarganya. Meskipun memiliki semangat belajar yang tinggi, keterbatasan biaya sempat membuat masa depan pendidikannya tampak suram.
Kebijakan Pemko Medan ini merupakan bagian dari program kepedulian sosial terhadap pelajar dari keluarga kurang mampu. Dengan menebus ijazah-ijazah yang tertahan, pemerintah ingin memastikan bahwa tidak ada lagi anak-anak Medan yang terhambat dalam melanjutkan pendidikan hanya karena alasan administratif.
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, dalam sambutannya menyatakan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada satu pun anak di Kota Medan yang kehilangan kesempatan hanya karena faktor ekonomi. “Kami hadir untuk menjembatani harapan dan masa depan anak-anak Medan,” ujar Wali Kota.
Program penebusan ijazah ini juga mendapat apresiasi luas dari masyarakat. Banyak orang tua dan siswa yang merasa terbantu, karena sebelumnya ijazah menjadi penghalang utama dalam melanjutkan pendidikan ataupun mencari pekerjaan. Kini, mereka dapat melangkah lebih percaya diri.
Kiki sendiri berharap agar ke depan lebih banyak anak-anak sepertinya yang mendapatkan bantuan serupa. Ia mengaku, ijazah tersebut sangat ia butuhkan untuk mendaftar berbagai program pelatihan dan beasiswa. Kini, setelah menerima kembali dokumen penting itu, ia merasa seperti mendapat semangat baru untuk terus belajar dan meraih cita-cita.
Selain itu, Kiki juga menyampaikan rasa terima kasih kepada guru-gurunya yang tetap membimbing dan memberinya motivasi meski saat itu ia belum bisa menunjukkan ijazah SMP. Baginya, perhatian dan dukungan moral selama ini menjadi pendorong utama untuk tetap bersemangat.
Dalam acara tersebut, hadir pula puluhan siswa lain yang mengalami nasib serupa. Suasana Aula Dinas Pendidikan terasa hangat dengan campuran haru dan rasa syukur. Banyak siswa yang tak kuasa menahan air mata saat menerima kembali ijazah mereka setelah bertahun-tahun tertahan.
Langkah Pemko Medan ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyikapi persoalan administratif pendidikan. Dengan pendekatan yang humanis, pemerintah daerah bisa lebih dekat dengan rakyat dan memahami kesulitan nyata yang mereka hadapi di lapangan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan juga menyatakan akan terus melakukan pendataan terhadap siswa-siswa lain yang mengalami kendala serupa. Mereka berkomitmen untuk tidak berhenti pada kegiatan simbolis, tetapi akan menjadikannya sebagai gerakan berkelanjutan.
Program ini sekaligus membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sekolah-sekolah swasta, lembaga sosial, dan dunia usaha. Diharapkan, masalah klasik seperti ijazah tertahan tidak lagi menjadi hambatan bagi anak-anak bangsa.
Kisah Kiki Wulandari menjadi cermin nyata betapa pentingnya perhatian dan kehadiran negara di tengah keterbatasan warganya. Dalam senyum dan genggaman ijazah itu, tersimpan harapan akan masa depan yang lebih cerah dan adil bagi seluruh pelajar Indonesia.