
WARTAWAN24.COM – MEDAN. Awaluddin, salah satu kepala sekolah yang terlibat dalam kasus dugaan suap seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (16/6/2025). Sidang ini merupakan kelanjutan dari proses hukum yang telah berjalan sejak beberapa bulan terakhir.
Terdakwa hadir dengan didampingi kuasa hukumnya dalam persidangan yang digelar di ruang sidang utama PN Medan. Wajah Awaluddin tampak serius menyimak setiap tuntutan dan pertanyaan yang diajukan majelis hakim. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat tentang adanya praktik suap dalam seleksi PPPK di Kabupaten Langkat tahun 2024 lalu.
Menurut berkas perkara, Awaluddin diduga terlibat dalam jaringan yang memungut sejumlah uang dari calon peserta seleksi PPPK. Modus operandi yang digunakan adalah dengan menjanjikan kelulusan dalam seleksi asalkan calon peserta bersedia memberikan sejumlah uang. Dugaan ini kemudian dibuktikan melalui penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Langkat.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menjabarkan sejumlah bukti, termasuk transaksi finansial dan kesaksian dari beberapa korban. Salah satu saksi mengaku telah memberikan uang sebesar Rp75 juta kepada oknum panitia seleksi yang diduga memiliki hubungan dengan Awaluddin. Uang tersebut diklaim sebagai “biaya administrasi tambahan” untuk mempermudah proses kelulusan.
Kuasa hukum Awaluddin, dalam pledoinya, membantah kliennya terlibat langsung dalam praktik suap tersebut. Mereka menyatakan bahwa Awaluddin hanya bertindak sebagai perantara tanpa mengetahui bahwa uang yang diberikan akan digunakan untuk tujuan yang melanggar hukum. “Klien kami tidak memiliki intensi untuk melakukan tindak pidana korupsi,” tegas salah seorang pengacara.
Namun, jaksa penuntut umum menilai ada cukup bukti yang menunjukkan keterlibatan aktif Awaluddin dalam kasus ini. Mereka mengajukan seberapa dokumen dan rekaman percakapan yang mengindikasikan bahwa terdakwa mengetahui dan merestui praktik suap tersebut. “Ini bukan sekadar perantara, tetapi bagian dari jaringan yang terorganisir,” ungkap jaksa.
Kasus ini menarik perhatian publik karena menyangkut proses rekrutmen PPPK yang seharusnya berjalan secara transparan dan meritokrasi. Seleksi PPPK sendiri merupakan salah satu cara pemerintah merekrut tenaga pendidik dan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan di daerah. Praktik suap seperti ini dinilai merusak tatanan sistem seleksi dan merugikan peserta yang berkompetensi.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Albertus Sihombing, SH., MH., memimpin jalannya persidangan dengan ketat. Setiap saksi dan bukti diperiksa secara mendetail untuk memastikan keabsahan fakta hukum. Hakim juga memberikan kesempatan yang sama kepada pihak terdakwa dan penuntut umum untuk menyampaikan argumentasi mereka.
Di luar ruang sidang, sejumlah keluarga terdakwa dan masyarakat menunggu dengan cemas. Beberapa orang terlihat berdiskusi tentang kemungkinan vonis yang akan dijatuhkan. “Kami berharap persidangan berjalan adil dan mempertimbangkan semua aspek,” ujar seorang kerabat Awaluddin yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini juga menjadi sorotan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat. Kepala Dinas setempat menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi internal untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. “Kami akan memperketat pengawasan dalam setiap proses seleksi, termasuk PPPK,” tegasnya dalam keterangan terpisah.
Sementara itu, kalangan aktivis antikorupsi mendesak agar kasus ini tidak hanya berhenti pada Awaluddin. Mereka menilai harus ada pengusutan lebih lanjut terhadap pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk oknum panitia seleksi dan penerima suap. “Ini harus menjadi momentum untuk membersihkan sistem rekrutmen PPPK dari praktik korupsi,” tegas koordinator sebuah LSM antikorupsi di Medan.
Jika terbukti bersalah, Awaluddin berpotensi dijatuhi hukuman maksimal 5 tahun penjara berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, terdakwa juga bisa dikenai denda dan pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik dalam jangka waktu tertentu.
Persidangan akan dilanjutkan pada minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dan keterangan tambahan dari kedua belah pihak. Majelis hakim menegaskan bahwa putusan akan diambil berdasarkan fakta hukum yang terungkap selama persidangan. “Kami akan memutus sesuai dengan bukti-bukti yang ada, tanpa tekanan dari pihak mana pun,” tegas Hakim Ketua.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya integritas dalam proses seleksi CPNS dan PPPK. Masyarakat berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang di masa depan dan proses rekrutmen dapat berjalan dengan jujur dan adil. Dengan demikian, hanya kandidat terbaik yang benar-benar memenuhi syarat yang akan mengisi posisi-posisi strategis di pemerintahan.
Sidang Awaluddin akan terus dipantau oleh berbagai pihak, termasuk media, aktivis, dan masyarakat umum. Hasil dari persidangan ini diharapkan dapat memberikan efek jera sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem seleksi pegawai pemerintah.