
WARTAWAN24.COM Labuhan Deli – Setelah mengalami penundaan sebanyak tiga kali, proses hukum terhadap terdakwa kasus penipuan masuk Akademi Kepolisian (Akpol), Nina Wati, kembali dilanjutkan. Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Labuhan Deli menjadwalkan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pada Rabu, 21 Mei 2025, mendatang. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan kepolisian.
Sebelumnya, sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dijadwalkan pada Rabu, 23 April 2025. Namun, proses tersebut harus ditunda lantaran belum adanya salinan putusan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Hal ini disampaikan oleh pihak kejaksaan sebagai bagian dari prosedur administrasi yang harus dipenuhi sebelum tuntutan dapat dibacakan secara resmi di persidangan.
Penundaan yang terjadi hingga tiga kali berturut-turut menimbulkan keresahan di kalangan keluarga korban dan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum dalam menuntaskan perkara yang cukup sensitif ini. Meski demikian, pihak pengadilan dan kejaksaan memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kepala Cabang Pengadilan Negeri Labuhan Deli, Hamonangan Sidauruk, menyatakan bahwa sidang pembacaan tuntutan terhadap Nina Wati akan berlangsung tepat waktu sesuai jadwal terbaru. Ia menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam persidangan telah diminta untuk hadir dan mempersiapkan diri agar proses dapat berjalan lancar tanpa hambatan lagi.
Nina Wati didakwa melakukan penipuan terhadap sejumlah calon taruna dan orang tua mereka dengan menjanjikan kelulusan masuk Akpol melalui jalur khusus. Terdakwa meminta sejumlah uang dengan dalih sebagai biaya administrasi dan “pelicin”, padahal janji tersebut tidak pernah terealisasi. Total kerugian yang dialami para korban ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Modus operandi yang digunakan Nina Wati terbilang licik. Ia mengaku memiliki koneksi di lingkungan kepolisian dan mampu “mengatur” kelulusan peserta seleksi Akpol. Kepercayaan korban terhadap terdakwa menjadi celah yang dimanfaatkan untuk melancarkan aksi penipuan tersebut. Beberapa korban bahkan mengaku telah menjual harta benda mereka demi membayar uang yang diminta.
Kasus ini mulai terungkap setelah beberapa korban melapor ke pihak berwajib karena merasa ditipu. Investigasi kemudian dilakukan dan mengarah langsung pada Nina Wati sebagai tersangka utama. Dalam proses penyidikan, ditemukan bukti transfer uang, percakapan pesan singkat, serta pengakuan dari sejumlah saksi yang memperkuat dugaan terhadapnya.
Pihak Kejaksaan Negeri Labuhan Deli menyatakan bahwa kasus ini merupakan bentuk penipuan terencana yang memanfaatkan kelemahan dan harapan masyarakat terhadap institusi negara. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum berkomitmen untuk menuntut terdakwa dengan hukuman maksimal sesuai ketentuan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Masyarakat berharap agar proses persidangan ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Institusi seperti Akpol seharusnya bebas dari praktik-praktik kotor yang mencoreng nama baik dan kepercayaan publik. Kasus ini menjadi cermin bahwa seleksi penerimaan taruna harus berjalan secara transparan dan akuntabel.
Di sisi lain, kuasa hukum Nina Wati mengaku kliennya mengalami tekanan psikologis akibat sorotan publik yang sangat tinggi. Mereka berharap pengadilan dapat memberikan pertimbangan yang adil dalam memutuskan perkara ini. Meskipun demikian, mereka tidak membantah bahwa uang memang diterima oleh kliennya, meski menurut mereka, itu merupakan bagian dari “biaya jasa konsultasi.”
Sidang yang akan digelar pada Rabu (21/5) nanti diprediksi akan menarik perhatian publik dan media. Beberapa korban serta keluarga mereka juga dijadwalkan hadir untuk mendengarkan langsung proses pembacaan tuntutan dari jaksa. Mereka berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan dan pelaku dihukum sesuai perbuatannya.
Para pemerhati hukum juga menilai bahwa kasus ini harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh, tidak hanya bagi aparat hukum, tetapi juga bagi lembaga pendidikan tinggi kepolisian. Jangan sampai praktik-praktik semacam ini mencoreng nilai-nilai integritas dan kejujuran yang menjadi fondasi utama dalam membentuk aparat penegak hukum yang profesional.
Pemerintah daerah dan aparat kepolisian pun diharapkan dapat lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mudah percaya pada janji-janji oknum yang mengaku mampu meloloskan peserta seleksi ke institusi militer atau kepolisian dengan cara instan. Mekanisme seleksi yang ketat dan transparan harus terus disuarakan.
Dengan akan digelarnya sidang tuntutan ini, diharapkan kasus Nina Wati segera menemukan titik terang. Proses hukum yang adil dan transparan akan memberikan kepercayaan masyarakat kembali terhadap lembaga hukum dan sistem peradilan Indonesia. Tuntutan yang proporsional juga akan menjadi pesan tegas bahwa hukum tidak boleh tunduk pada manipulasi dan kepentingan pribadi.
Kini, semua mata tertuju pada sidang besok. Apakah tuntutan yang dibacakan akan mencerminkan rasa keadilan masyarakat? Ataukah justru akan menimbulkan kontroversi baru? Jawabannya akan segera terungkap dalam sidang penting yang akan digelar di Pengadilan Negeri Labuhan Deli.
