
Waratwan24.com — Seorang personel polisi lalu lintas yang bertugas di Polsek Medan Baru, Bripka Horas Manulang, tengah menjalani pemeriksaan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polrestabes Medan. Pemeriksaan ini dilakukan buntut dari viralnya sebuah video di media sosial yang memperlihatkan dugaan tindakan tidak profesional Bripka Horas yang meminta uang senilai Rp200 ribu kepada seorang pelanggar lalu lintas melalui transfer.
Peristiwa ini menuai sorotan publik setelah beredar tangkapan layar dan rekaman yang menunjukkan percakapan antara Bripka Horas dan pelanggar lalu lintas, di mana terungkap bahwa pelanggar diminta mentransfer uang ke rekening pribadi, bukan melalui mekanisme resmi tilang. Tindakan ini langsung mendapat reaksi dari masyarakat dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas petugas di lapangan.
Kasat Lantas Polrestabes Medan, AKBP I Made Parwita, dalam keterangan resminya menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan awal, Bripka Horas diduga melakukan pelanggaran prosedur. Ia tidak memberikan kertas tilang ataupun kode pembayaran BRIVA (BRI Virtual Account), padahal pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengendara memang terbukti, yakni berboncengan tiga dan tidak mengenakan helm.
“Memang pelanggaran yang dilakukan pengendara itu nyata, tetapi prosedur penindakannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seharusnya diberikan kode BRIVA atau surat tilang merah yang mewajibkan pelanggar hadir ke persidangan,” jelas AKBP I Made Parwita pada Senin, 12 Mei 2025.
Menurutnya, sistem pembayaran tilang telah diatur secara elektronik untuk menghindari pungutan liar. Dengan tidak diberikan kode BRIVA atau surat tilang resmi, maka tindakan Bripka Horas Manulang dianggap menyimpang dari aturan dan dapat mengarah pada penyalahgunaan wewenang.
Lebih lanjut, AKBP I Made Parwita menyampaikan bahwa saat ini Seksi Propam masih mendalami kronologi kejadian, termasuk memverifikasi bukti-bukti yang beredar di media sosial. Pihaknya menegaskan tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran yang mencoreng nama baik institusi Polri.
“Proses klarifikasi dan pemeriksaan internal sedang berlangsung. Bila terbukti melanggar etika dan disiplin, yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena mencerminkan masih adanya potensi penyimpangan oleh oknum petugas, meski Polri terus melakukan pembenahan dan transparansi dalam penegakan hukum di jalan raya. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian menjadi taruhan utama dalam setiap tindakan yang dilakukan aparat di lapangan.
Masyarakat pun berharap agar pemeriksaan terhadap Bripka Horas dilakukan secara transparan dan objektif. Banyak netizen yang menyampaikan kekecewaannya terhadap kasus ini, terutama karena kejadian tersebut terjadi di tengah upaya Polri memperbaiki citra dan pelayanan publik.
Sementara itu, pelanggar lalu lintas yang menjadi korban dugaan pungli mengaku sempat merasa takut dan bingung saat diminta mentransfer sejumlah uang. Ia mengatakan bahwa tidak mendapatkan surat tilang atau petunjuk pembayaran resmi, hanya instruksi untuk mentransfer ke rekening pribadi.
Kasus ini memicu diskusi lebih luas tentang pentingnya edukasi masyarakat mengenai prosedur tilang yang sah. Dengan pemahaman yang cukup, masyarakat bisa terhindar dari praktik-praktik tidak resmi dan turut membantu mengawasi kinerja aparat penegak hukum.
Kepolisian pun diimbau untuk terus menyosialisasikan mekanisme pembayaran denda tilang melalui BRIVA atau persidangan, serta menegakkan sanksi tegas terhadap anggota yang menyimpang. Ini penting demi menjaga integritas institusi dan mencegah terulangnya kasus serupa.
Hingga kini, Bripka Horas Manulang belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus yang menimpanya. Namun, Polrestabes Medan memastikan bahwa ia tetap menjalani proses pemeriksaan secara internal oleh Propam tanpa perlakuan istimewa.
Apabila terbukti bersalah, Bripka Horas tidak hanya akan dikenai sanksi etik, tetapi juga bisa menghadapi proses pidana bila ditemukan unsur pemerasan atau pungutan liar. Hal ini sejalan dengan komitmen Polri dalam memberantas praktik-praktik korupsi kecil di lingkungan internal.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa ketegasan dalam penegakan hukum tidak hanya berlaku bagi masyarakat umum, tetapi juga harus diterapkan kepada anggota Polri sendiri. Transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap tindakan aparat negara.