
WARTAWAN24.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Keputusan ini diambil setelah melalui pembahasan intensif di tingkat komisi dan Badan Legislasi DPR, yang menilai revisi ini penting untuk meningkatkan efektivitas kerja legislatif.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, dalam pidatonya menyatakan bahwa perubahan tata tertib ini bertujuan untuk menyesuaikan mekanisme kerja DPR dengan tantangan zaman, termasuk pemanfaatan teknologi dalam proses legislasi. “Dengan revisi ini, kami berharap kerja DPR menjadi lebih transparan, akuntabel, dan efisien dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, serta anggaran,” ujarnya.
Salah satu poin penting dalam revisi tata tertib adalah penyesuaian prosedur rapat dan pengambilan keputusan agar lebih fleksibel, terutama dalam kondisi darurat seperti pandemi atau bencana alam. DPR kini dapat menggelar rapat secara virtual dalam keadaan tertentu, tanpa mengurangi keabsahan keputusan yang diambil.
Selain itu, revisi ini juga memperkuat peran alat kelengkapan dewan (AKD) dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. DPR menegaskan bahwa setiap kementerian dan lembaga eksekutif wajib memberikan laporan berkala kepada DPR sesuai dengan kewenangan masing-masing komisi.
Salah satu perubahan yang menjadi sorotan adalah aturan mengenai disiplin anggota DPR. Dalam revisi ini, terdapat penegasan mengenai sanksi bagi anggota yang sering absen dalam rapat tanpa alasan yang jelas. DPR akan menerapkan pemotongan tunjangan bagi anggota yang tidak memenuhi kewajiban kehadiran sesuai ketentuan.
Namun, revisi ini juga menuai kritik dari beberapa pihak yang menilai bahwa ada sejumlah ketentuan yang berpotensi menghambat transparansi. Beberapa organisasi masyarakat sipil menyoroti aturan baru yang memungkinkan pembahasan beberapa rancangan undang-undang (RUU) dilakukan tanpa harus melalui sidang terbuka, terutama dalam kondisi tertentu yang dianggap “mendesak”.
Sejumlah fraksi di DPR pun memiliki pandangan berbeda terkait revisi ini. Fraksi oposisi menilai bahwa beberapa aturan dalam revisi tata tertib ini dapat mengurangi keterlibatan publik dalam proses legislasi, terutama dalam pembahasan undang-undang yang bersifat strategis.
Meski demikian, mayoritas fraksi sepakat bahwa revisi ini dibutuhkan untuk mempercepat proses legislasi dan memastikan bahwa DPR dapat menjalankan fungsinya dengan lebih optimal. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa revisi ini telah melalui kajian mendalam dengan mempertimbangkan kepentingan publik.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, menegaskan bahwa implementasi tata tertib yang baru ini akan dikawal dengan ketat agar tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan keterbukaan informasi.
Akademisi dan pakar hukum tata negara turut menanggapi perubahan ini dengan beragam pandangan. Sebagian besar mengapresiasi langkah DPR dalam memperbarui regulasi internalnya, tetapi ada pula yang mengingatkan agar mekanisme pengawasan terhadap keputusan yang diambil tetap diperkuat.
Sementara itu, masyarakat berharap revisi tata tertib ini dapat membawa dampak positif dalam kinerja DPR. “Kami ingin melihat DPR lebih aktif dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan tidak hanya fokus pada kepentingan politik tertentu,” ujar Rina, seorang warga Jakarta yang mengikuti perkembangan politik nasional.
Dengan disahkannya revisi ini, DPR juga berkomitmen untuk meningkatkan komunikasi dengan publik terkait proses legislasi yang sedang berjalan. Beberapa platform digital akan dimanfaatkan untuk memberikan akses lebih luas bagi masyarakat dalam mengawasi kinerja para wakil rakyat.
Dalam beberapa bulan ke depan, DPR dijadwalkan akan mengadakan sosialisasi mengenai perubahan tata tertib ini kepada para anggota dewan dan staf sekretariat untuk memastikan implementasinya berjalan lancar.
Ke depan, efektivitas revisi tata tertib ini akan diuji dalam pelaksanaan kerja DPR. Publik dan berbagai pihak akan terus memantau apakah perubahan ini benar-benar membawa perbaikan dalam sistem legislasi Indonesia atau justru menimbulkan polemik baru.