
TOKOBERITA.COM – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kembali menjadi sorotan publik setelah anggaran belanja jasa tenaga ahli sebesar Rp 1,6 miliar yang diajukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara tercantum dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Sumut. Anggaran yang cukup besar tersebut sontak menimbulkan tanda tanya, bahkan dari Gubernur Sumut sendiri, Bobby Nasution.
Gubernur Bobby menyatakan keheranannya terhadap pengajuan anggaran tersebut dalam sebuah rapat internal, di mana ia menyoroti penggunaan dana yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran. Dalam pernyataannya, Bobby mengatakan bahwa bahkan dirinya sebagai kepala daerah tidak memiliki tenaga ahli khusus yang dibiayai oleh anggaran daerah.
“Tenaga ahli gubernur aja enggak ada, kok Dinas Pendidikan bisa anggarkan sampai Rp 1,6 miliar hanya untuk tenaga ahli? Ini yang harus dijelaskan,” ungkap Bobby dengan nada tegas. Ucapan tersebut memicu perdebatan dan mendorong publik untuk menyoroti transparansi penggunaan anggaran di lingkungan pemerintah provinsi.
Dinas Pendidikan Sumut menyatakan bahwa pengadaan tenaga ahli tersebut bertujuan untuk mendukung berbagai program strategis di bidang pendidikan, termasuk pengembangan kurikulum, peningkatan mutu guru, serta reformasi sistem pembelajaran. Namun, rincian teknis mengenai siapa saja tenaga ahli tersebut, latar belakang profesional mereka, serta output kerja yang diharapkan belum disampaikan secara rinci kepada publik.
Bobby Nasution menegaskan bahwa setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus mampu mempertanggungjawabkan setiap rupiah dari anggaran yang diajukan, terutama dalam situasi fiskal yang penuh tantangan seperti saat ini. Ia juga meminta agar setiap pengajuan anggaran, terutama yang menyangkut jasa konsultan dan tenaga ahli, harus melalui kajian manfaat dan kebutuhan yang jelas.
Sorotan ini membuka kembali diskusi mengenai efisiensi belanja pegawai dan jasa profesional di lingkungan pemerintahan. Banyak pihak menilai bahwa belanja jasa ahli sering kali menjadi celah pemborosan anggaran jika tidak dikendalikan secara ketat. Sejumlah lembaga pengawas anggaran dan organisasi masyarakat sipil pun ikut angkat bicara dan meminta penjelasan lebih rinci dari Dinas Pendidikan.
Ketua Lembaga Transparansi Anggaran Sumatera Utara, Syaiful Hadi, menilai bahwa pengadaan jasa tenaga ahli harus memiliki justifikasi yang kuat. “Kalau hanya sekadar titel ‘tenaga ahli’ tapi tidak ada kontribusi nyata dan pengukuran kinerja yang jelas, maka itu bisa dikategorikan sebagai pemborosan anggaran,” katanya dalam wawancara dengan media lokal.
Menanggapi polemik ini, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, drs. Bakhtiar, mengatakan bahwa pihaknya siap memberikan klarifikasi dan membuka data kepada publik. Ia menjelaskan bahwa pengadaan tenaga ahli dilakukan melalui mekanisme terbuka dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai siapa saja pihak-pihak yang akan dikontrak sebagai tenaga ahli dan bentuk pekerjaan yang akan mereka tangani. Hal inilah yang terus menjadi sorotan, terutama dari pihak DPRD Provinsi Sumut yang meminta agar anggaran tersebut ditunda realisasinya sebelum ada penjelasan yang menyeluruh.
Sejumlah anggota DPRD menilai bahwa pengawasan terhadap belanja jasa di setiap OPD harus diperketat, terlebih jika menyangkut jumlah yang signifikan. Mereka mengingatkan bahwa prioritas penggunaan APBD seharusnya difokuskan pada peningkatan mutu pendidikan secara langsung, seperti rehabilitasi sekolah, pengadaan sarana belajar, dan peningkatan kesejahteraan guru.
Menanggapi desakan tersebut, Gubernur Bobby meminta Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk segera melakukan audit internal atas perencanaan anggaran jasa tenaga ahli di Dinas Pendidikan. Langkah ini diambil sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas agar tidak terjadi penyimpangan penggunaan anggaran.
Publik berharap agar polemik ini menjadi momentum untuk memperbaiki perencanaan anggaran di tubuh birokrasi Sumut. Penggunaan dana publik harus benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar formalitas administratif atau pengeluaran yang tidak berdampak langsung.
Kasus ini menjadi pembelajaran bagi seluruh instansi pemerintah untuk lebih hati-hati dalam merumuskan program kerja dan penganggaran. Keterbukaan informasi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Dengan sorotan dari gubernur, legislatif, serta masyarakat sipil, diharapkan proses evaluasi terhadap anggaran jasa tenaga ahli ini dapat berjalan transparan dan menjadi awal dari perbaikan tata kelola anggaran yang lebih akuntabel di Sumatera Utara. Pemerintah provinsi pun diharapkan konsisten menempatkan kepentingan publik di atas segalanya dalam setiap keputusan anggaran.