
WARTAWAN24.COM – isi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menorehkan gebrakan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada Selasa (1/7/2025), lembaga antirasuah tersebut resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu nama yang paling mencolok adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Ginting.
Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di beberapa lokasi berbeda pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Dalam operasi yang berlangsung secara serentak ini, tim KPK mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk uang tunai dalam jumlah besar, dokumen proyek, dan alat komunikasi para pihak yang diduga terlibat.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, menjelaskan bahwa operasi ini merupakan hasil dari penyelidikan mendalam yang telah dilakukan sejak awal tahun. KPK menemukan adanya indikasi kuat praktik suap dan gratifikasi dalam proses pengadaan proyek jalan yang bersumber dari dana APBD Sumatera Utara.
Topan Ginting, selaku Kepala Dinas PUPR Sumut, diduga menerima suap dari sejumlah kontraktor sebagai imbalan atas pengaturan dan penunjukan proyek. Ia juga diduga menyalahgunakan jabatannya untuk memperlancar proses pencairan dana proyek kepada perusahaan-perusahaan tertentu yang telah menyetorkan “uang pelicin”.
Selain Topan, empat tersangka lainnya terdiri atas pihak swasta dan pejabat pengadaan proyek. Mereka berperan sebagai pemberi suap, perantara, serta pelaksana teknis lapangan. KPK menyebut bahwa praktik ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan menyebabkan kerugian besar terhadap anggaran negara.
KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimal adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun.
Salah satu hal yang mencengangkan dari pengungkapan ini adalah modus yang digunakan tergolong sistematis dan terorganisir. Para pelaku menggunakan kode-kode tertentu dalam komunikasi, serta memanfaatkan rekening pihak ketiga untuk menyamarkan aliran dana suap. Bahkan, dalam beberapa kasus, pembayaran dilakukan melalui transaksi barang berharga seperti kendaraan dan properti.
Masyarakat Sumatera Utara, khususnya yang selama ini mengeluhkan buruknya kondisi infrastruktur jalan di berbagai daerah, menyambut baik tindakan tegas KPK ini. Mereka berharap agar kasus ini dapat dibongkar hingga ke akar-akarnya dan menjadi efek jera bagi pejabat lain yang berniat menyalahgunakan wewenang.
Topan Ginting sendiri dikenal sebagai pejabat yang cukup berpengaruh di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumut. Ia telah beberapa kali memimpin proyek besar pembangunan infrastruktur, dan memiliki kedekatan dengan sejumlah tokoh politik lokal. Penangkapannya menjadi pukulan telak bagi citra birokrasi di wilayah tersebut.
Menanggapi penangkapan ini, Gubernur Sumatera Utara menyatakan akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap bekerja sama dengan KPK dalam memberikan data atau informasi yang dibutuhkan. Ia juga menegaskan bahwa akan ada evaluasi besar-besaran terhadap jajaran dinas teknis, khususnya dalam pengelolaan anggaran proyek infrastruktur.
Sementara itu, KPK menegaskan bahwa penyidikan akan terus berkembang. Lembaga ini tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru seiring dengan pendalaman bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Mereka juga membuka kanal pengaduan publik untuk mendapatkan informasi tambahan dari masyarakat.
Selain itu, KPK telah mengajukan permohonan penyitaan terhadap sejumlah aset milik para tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Langkah ini dilakukan untuk mengembalikan kerugian negara dan mencegah tersangka menyembunyikan atau mengalihkan harta kekayaan mereka.
Kasus ini sekali lagi menjadi cermin betapa pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan proyek-proyek publik. Korupsi di sektor infrastruktur tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan pengungkapan kasus ini, KPK berharap agar jajaran pemerintah daerah dan pusat semakin waspada dan menjadikan integritas sebagai prinsip utama dalam bekerja. Publik pun diimbau untuk tidak ragu melaporkan jika menemukan indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.
Penanganan kasus Topan Ginting menjadi pengingat bahwa jabatan publik adalah amanah, bukan alat untuk memperkaya diri. Kepercayaan rakyat harus dijaga, dan setiap bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan tersebut layak mendapatkan hukuman setimpal.