
WARTAWAN24.COM – Washington DC. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memanas seiring kabar terbaru yang menyebut Amerika Serikat tengah bersiap melakukan serangan terhadap Iran dalam waktu dekat. Informasi ini mencuat dari pernyataan sejumlah pejabat senior AS yang dikutip oleh kantor berita internasional, termasuk Bloomberg dan Reuters, pada Kamis (19/6/2025).
Menurut sumber yang tidak disebutkan namanya dari kalangan pejabat tinggi pemerintahan AS, berbagai persiapan militer dan strategis telah dilakukan sebagai langkah awal menghadapi kemungkinan keterlibatan langsung dengan Iran. Infrastruktur militer dan sistem komando dikabarkan sedang diposisikan untuk mengantisipasi segala skenario yang mungkin terjadi dalam waktu dekat.
“Situasinya masih sangat dinamis dan bisa berubah sewaktu-waktu,” ungkap salah satu sumber tersebut. Ia juga menyebut bahwa beberapa unit militer dan pimpinan lembaga federal di AS telah mendapat perintah untuk bersiap jika keputusan menyerang Iran benar-benar diambil dalam beberapa hari ke depan.
Langkah ini diduga kuat sebagai respons terhadap eskalasi konflik yang melibatkan Iran dan Israel, yang belakangan ini kembali memanas. Ketegangan yang sudah lama terpendam antara kedua negara kembali mencuat setelah serangkaian insiden militer dan tuduhan pelanggaran wilayah yang terus meningkat selama beberapa pekan terakhir.
Pemerintah AS, yang dikenal sebagai sekutu dekat Israel, disebut mulai mengubah sikap dari yang sebelumnya bersifat menahan diri menjadi lebih agresif. Hal ini terlihat dari pengerahan tambahan pasukan di beberapa pangkalan militer AS di Timur Tengah serta peningkatan komunikasi intensif antara Washington dan Tel Aviv.
Sejumlah analis keamanan internasional memperkirakan bahwa serangan tersebut kemungkinan besar akan bersifat terbatas dan ditujukan untuk melumpuhkan fasilitas strategis milik Iran, seperti pangkalan militer, pusat kendali rudal, serta lokasi pengembangan senjata. Namun, belum ada pernyataan resmi mengenai target atau bentuk serangan yang akan dilakukan.
Gedung Putih sendiri belum memberikan konfirmasi terbuka mengenai waktu maupun bentuk keterlibatan langsung dalam konflik ini. Juru Bicara Departemen Pertahanan AS hanya menyampaikan bahwa “semua opsi sedang dipertimbangkan” dan bahwa Presiden Joe Biden terus menerima laporan perkembangan terbaru dari para penasihat keamanan nasionalnya.
Di sisi lain, Iran melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri mereka, memperingatkan bahwa setiap bentuk agresi militer terhadap negaranya akan dibalas dengan kekuatan penuh. “Kami siap mempertahankan kedaulatan negara kami dari setiap bentuk serangan asing. Tindakan balasan kami akan tegas dan menyeluruh,” tegas perwakilan Teheran dalam pernyataan resminya.
Komunitas internasional menyambut kabar ini dengan keprihatinan mendalam. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman dan Prancis, mendesak agar Amerika Serikat dan Iran menahan diri serta mengutamakan jalur diplomasi untuk menyelesaikan konflik yang berlarut-larut ini.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mengadakan rapat darurat untuk membahas perkembangan situasi ini. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyerukan semua pihak untuk menahan diri dari tindakan militer yang bisa memperburuk kondisi kemanusiaan dan keamanan regional.
Masyarakat global khawatir bahwa jika konflik ini benar-benar pecah menjadi perang terbuka antara AS dan Iran, dampaknya tidak hanya akan terasa di Timur Tengah, tetapi juga secara global—terutama dalam aspek energi dan stabilitas ekonomi dunia. Iran dikenal sebagai salah satu produsen minyak utama, dan konflik bersenjata di wilayah tersebut hampir selalu berdampak pada lonjakan harga minyak dunia.
Pasar saham global pun mulai menunjukkan gejolak. Beberapa indeks utama di Eropa dan Asia mengalami penurunan signifikan sebagai respons atas kekhawatiran bahwa situasi akan memburuk dalam waktu dekat. Investor cenderung menarik dana mereka ke aset-aset yang dianggap lebih aman, seperti emas dan dolar AS.
Dalam negeri, masyarakat AS sendiri terpecah menyikapi kabar ini. Sebagian mendukung langkah pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan nasional dan sekutu di kawasan, sementara sebagian lain khawatir bahwa langkah militer akan menyeret negara itu kembali ke dalam perang panjang seperti yang pernah terjadi di Irak dan Afghanistan.
Untuk saat ini, dunia hanya bisa menunggu dan mengamati arah perkembangan konflik ini. Apakah Amerika Serikat benar-benar akan melancarkan serangan ke Iran dalam beberapa hari ke depan, atau apakah diplomasi akan kembali menjadi jalan utama untuk meredakan ketegangan, semua masih berada dalam bayang-bayang ketidakpastian. Yang jelas, langkah apa pun yang diambil akan membawa dampak besar bagi keamanan dan stabilitas global.