Gubernur Aceh Tegaskan Empat Pulau Masuk Wilayahnya, Tolak Tawaran Kerja Sama dengan Sumut

DESTINASI WISATA SUMATRA UTARA gubernur sumut indonesiaku INFO SUMUT MENTERI PERTAHANAN Pemerintahan pemprov sumut Sarana dan Prasarana medan

WARTAWAN24.COM – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, secara tegas menyatakan bahwa empat pulau yang baru saja ditetapkan sebagai bagian dari Sumatera Utara sejatinya merupakan wilayah Aceh. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Besar. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas keputusan pemerintah pusat yang memasukkan pulau-pulau tersebut ke dalam administrasi Sumatera Utara.

Mualem menegaskan bahwa klaim Aceh atas keempat pulau tersebut didasarkan pada dokumen resmi dan catatan sejarah yang valid. Ia menyatakan bahwa bukti-bukti yang dimiliki Pemerintah Aceh menunjukkan bahwa pulau-pulau itu secara hukum dan historis merupakan bagian dari wilayah provinsi tersebut. “Ini bukan sekadar klaim, tapi berdasarkan fakta dan dokumen yang sah,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebelumnya mengajak Pemerintah Aceh untuk mengelola pulau-pulau tersebut secara bersama-sama. Namun, tawaran ini ditolak mentah-mentah oleh Mualem. Ia menegaskan bahwa Aceh tidak perlu berbagi pengelolaan karena pulau-pulau tersebut adalah hak milik Aceh sepenuhnya.

“Tidak kita bahas itu, macam mana kita duduk bersama itu kan hak kita. Kepunyaan kita, milik kita,” tegas Mualem dengan nada tegas. Ia menambahkan bahwa Pemerintah Aceh tidak akan berkompromi dalam mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Sikap ini menunjukkan keteguhan Aceh dalam memperjuangkan hak teritorialnya.

Lebih lanjut, Mualem menyatakan bahwa Aceh memiliki kewajiban untuk mempertahankan keempat pulau tersebut. Ia menegaskan bahwa upaya-upaya dari pihak lain untuk mengambil alih wilayah itu tidak akan dibiarkan. “Wajib kita pertahankan. Mereka-mereka tidak boleh seenaknya mengambil apa yang menjadi hak kita,” ucapnya.

Persoalan ini berpotensi memicu ketegangan antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara jika tidak diselesaikan dengan bijak. Kedua provinsi sama-sama memiliki argumen yang kuat, sehingga diperlukan intervensi dari pemerintah pusat untuk menengahi sengketa ini. Namun, Mualem menegaskan bahwa Aceh siap membawa persoalan ini ke meja hukum jika diperlukan.

Sejarawan Aceh, Dr. Teuku Abdullah, mendukung pernyataan Mualem dengan menyebutkan bahwa keempat pulau tersebut memang telah lama menjadi bagian dari wilayah Aceh berdasarkan peta-peta kolonial dan dokumen kesultanan masa lalu. “Dalam sejarah, pulau-pulau ini selalu dikaitkan dengan Aceh, bukan Sumatera Utara,” jelasnya.

Di sisi lain, Pemerintah Sumatera Utara berargumen bahwa penetapan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Sumut didasarkan pada pertimbangan administratif dan geografis. Bobby Nasution menyatakan bahwa keputusan ini telah melalui proses kajian yang panjang dan melibatkan berbagai instansi terkait.

Masyarakat Aceh pun turut memberikan dukungan penuh terhadap sikap Gubernur Mualem. Banyak yang menganggap bahwa klaim Sumut atas pulau-pulau tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap hak-hak historis Aceh. Beberapa kelompok bahkan mendesak pemerintah pusat untuk mengkaji ulang keputusan tersebut.

Sementara itu, pakar hukum tata negara, Prof. Hadi Rahmat, menyarankan agar kedua belah pihak menghindari konflik terbuka dan lebih mengedepankan dialog. “Ini adalah persoalan kompleks yang membutuhkan pendekatan hukum dan diplomasi, bukan emosi,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Mahkamah Konstitusi jika diperlukan.

Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri, menyatakan akan segera memediasi pertemuan antara perwakilan Aceh dan Sumatera Utara untuk mencari solusi terbaik. Dirjen Otonomi Daerah, Akmal Malik, mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen menyelesaikan sengketa ini tanpa merugikan salah satu pihak.

Jika perselisihan ini berlarut-larut, dikhawatirkan akan memengaruhi hubungan antar kedua provinsi. Selain itu, ketidakpastian status kepemilikan pulau-pulau tersebut juga dapat menghambat pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah tersebut.

Mualem menegaskan bahwa Aceh tetap terbuka untuk berdiskusi, tetapi tidak dalam konteks pembagian wilayah. “Kami siap berdialog, tapi bukan untuk menyerahkan kedaulatan kami,” tegasnya. Sikap ini menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh tidak akan mundur dalam memperjuangkan haknya.

Kedepan, banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan sengketa ini secara adil. Penyelesaian yang baik tidak hanya akan mencegah konflik horizontal, tetapi juga memperkuat persatuan nasional.

Sebagai penutup, Mualem kembali menegaskan komitmen Aceh untuk mempertahankan keempat pulau tersebut. Ia berharap semua pihak dapat menghormati hak-hak Aceh dan tidak melakukan tindakan yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut. “Aceh akan terus berjuang untuk mempertahankan apa yang menjadi miliknya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *