Kontroversi Sewa Lahan Bekas Pasar Aksara Medan untuk Warung Kopi

Dishub medan gubernur sumut Pemerintahan pemprov sumut POLDA SUMUT Sarana dan Prasarana medan

WARTAWAN24.COM –Pemerintah Kota Medan kembali menjadi sorotan setelah terungkapnya fakta bahwa lahan bekas Pasar Aksara yang merupakan aset pemkot disewakan kepada pihak ketiga untuk mendirikan warung kopi (warkop). Penggunaan aset publik ini menuai protes karena dinilai tidak transparan dan kurang memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

Plt Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (PUD) Pasar Medan, Imam Abdul Hadi, mengkonfirmasi bahwa lahan seluas 500 meter persegi tersebut memang telah disewakan selama lima tahun. “Betul (disewa) selama 5 tahun,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Selasa (10/6/2025). Namun, ia enggan merinci lebih jauh mengenai nilai sewa dan pihak penyewa.

Lahan bekas Pasar Aksara yang terletak di kawasan strategis pusat kota ini sebenarnya telah lama mangkrak setelah pasar tradisional tersebut ditutup tahun 2018. Pemkot Medan sempat berencana merevitalisasi kawasan ini menjadi pusat ekonomi kreatif, namun hingga kini realisasinya belum terlihat.

Berdirinya warung kopi di lokasi tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan proses tender sewa lahan ini, apakah melalui mekanisme yang transparan dan kompetitif atau justru diberikan secara sepihak kepada pihak tertentu.

Anggota DPRD Medan dari Fraksi PDI Perjuangan, Surya Darma, menyatakan kekhawatirannya atas potensi kerugian daerah. “Kami meminta pemkot segera membuka data nilai sewa dan mekanisme pengadaannya. Jangan sampai aset strategis ini disewakan dengan harga murah,” tegasnya.

Pengamat tata kota Medan, Dr. Rina Suryani, menilai pemanfaatan lahan bekas pasar untuk warung kopi merupakan bentuk pemborosan ruang publik. “Lokasi seluas itu di pusat kota seharusnya bisa dimanfaatkan untuk fasilitas publik yang lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak,” ujarnya.

Menurut data yang berhasil dihimpun, warung kopi tersebut mulai beroperasi sejak tiga bulan terakhir dengan konsep outdoor yang memanfaatkan sebagian besar area lahan. Pengunjung yang datang umumnya berasal dari kalangan menengah ke atas, berbeda dengan karakter pasar tradisional yang sebelumnya ada.

Beberapa pedagang bekas Pasar Aksara yang diwawancarai menyatakan kekecewaannya. “Dulu kami diusir dengan alasan revitalisasi, tapi sekarang malah jadi tempat nongkrong anak muda,” keluh Hasan (52), mantan pedagang sayur di pasar tersebut.

Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan mengklaim bahwa penyewaan lahan ini sah sesuai peraturan. Kepala Dinas, Marwan Lubis, mengatakan: “Penyewaan aset daerah memang menjadi salah satu sumber PAD yang sah sesuai Perda No. 5/2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.”

Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Kota Medan menemukan kejanggalan dalam proses ini. “Dari dokumen yang kami dapat, tidak ada pengumuman lelang atau tender terbuka untuk penyewaan lahan ini,” ungkap koordinator koalisi, Ahmad Faisal.

Merespon berbagai kritik ini, Wali Kota Medan Bobby Nasution meminta masyarakat tidak berprasangka buruk. “Kami pastikan semua proses berjalan sesuai aturan. Hasil sewa akan masuk ke kas daerah untuk kepentingan masyarakat,” janjinya dalam konferensi pers kemarin.

Sementara itu, pengelola warung kopi yang enggan disebutkan namanya membantah adanya kolusi. “Kami bayar sewa sesuai harga pasar dan melalui prosedur resmi. Bisnis kami justru menyerap tenaga kerja lokal,” pembelaannya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut menyatakan akan memeriksa transaksi ini. “Kami akan verifikasi apakah ada potensi kerugian negara dalam pengelolaan aset ini,” kata Kepala Perwakilan, Dr. Hendra Wijaya.

Kasus ini kembali memantik diskusi tentang perlunya reformasi pengelolaan aset daerah di Medan. Pakar hukum administrasi negara, Prof. Arifin Sinaga, menyarankan: “Pemkot harus membuat sistem pengelolaan aset yang lebih transparan dengan melibatkan partisipasi publik.”

Masyarakat Medan berharap kasus ini bisa menjadi momentum perbaikan tata kelola aset publik. “Kami ingin ada kejelasan dan keadilan dalam pemanfaatan aset milik bersama,” tutur Ketua RW setempat, Abdul Malik, mewakili suara warga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *