Duka Keluarga Korban: Air Mata dan Tuntutan Keadilan di Sidang Pembunuhan Anak oleh Tetangga

gubernur sumut INFO SUMUT KASUS KEJAHATAN kepolisian Pemerintahan pemprov sumut POLDA SUMUT

WARTAWAN24.COM – Pengadilan Negeri Cabang Labuhan Deli menjadi saksi bisu kesedihan mendalam yang menyelimuti keluarga Hertawan Lawolo dan Rinaldi Simarmata pada Kamis sore (23/5/2025). Pasangan itu terlihat hancur menghadiri sidang lanjutan kasus pembunuhan kedua anak mereka, Daren Simarmata (2 tahun) dan Owen Simarmata (3 tahun), yang tewas ditangan tetangga mereka sendiri, Rudi Haloho.

Mata Hertawan tampak sembab sepanjang persidangan, tangannya tak henti menyeka air mata yang mengalir deras saat mendengarkan pengakuan Rudi di depan hakim. Sementara di sebelahnya, Rinaldi Simarmata hanya bisa tertunduk lesu, sesekali menggelengkan kepala tak percaya mendengar keterangan terdakwa. Ekspresi wajah mereka menggambarkan luka yang tak mungkin terobati setelah kehilangan buah hati mereka secara tragis.

Dalam persidangan yang penuh tekanan emosional itu, Rudi Haloho mengemukakan alasan di balik tindakannya yang mengerikan. Ia mengaku terusik oleh perilaku kedua korban yang disebut sering mengejeknya. Namun klaim ini langsung dibantah keras oleh keluarga korban usai sidang. “Apa yang disampaikan terdakwa sama sekali tidak benar tentang anak-anak saya,” tegas Rinaldi dengan suara bergetar di depan para wartawan.

Rinaldi menegaskan bahwa kedua anaknya yang masih balita tidak mungkin melakukan penganiayaan verbal seperti yang diklaim Rudi. “Bagaimana mungkin anak usia 2 dan 3 tahun bisa mengejek orang dewasa? Ini jelas pengakuan yang dibuat-buat,” tambahnya dengan nada geram. Keluarga korban menduga ada motif lain yang disembunyikan oleh pelaku dalam kasus yang mengguncang masyarakat Deli Serdang ini.

Kasus ini berawal dari insiden mengerikan yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Rudi Haloho diduga menikam kedua balita tersebut di sekitar permukiman mereka di Kecamatan Labuhan Deli. Kedua korban dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tidak tertolong. Polisi kemudian menangkap Rudi dan mengamankan sejumlah barang bukti termasuk senjata tajam yang digunakan.

Di pengadilan, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa pembunuhan ini termasuk kejam dan direncanakan. “Terdakwa sengaja membawa senjata tajam sebelum melakukan aksinya,” ucap jaksa dalam tuntutannya. Fakta ini semakin memperberat posisi Rudi yang terancam hukuman maksimal pidana mati atau seumur hidup sesuai KUHP.

Psikolog forensik yang dihadirkan dalam persidangan, Dr. Maya Sari, memberikan kesaksian penting tentang kondisi psikologis terdakwa. “Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan gangguan jiwa yang membuatnya tidak sadar atas perbuatannya,” jelasnya. Pernyataan ini mematahkan kemungkinan pembelaan atas dasar gangguan mental.

Sementara itu, pengacara Rudi berusaha meringankan tuntutan dengan mengajukan berbagai pertimbangan. Mereka mengklaim kliennya mengalami tekanan hidup yang berat sebelum kejadian. Namun argumen ini tidak mengurangi kemarahan masyarakat yang memadati ruang sidang. Beberapa kali terdengar teriakan protes dari para pengunjung sidang.

Hertawan, sang ibu korban, sempat pingsan saat jaksa membacakan kronologi pembunuhan yang detail. Petugas pengadilan harus membawanya keluar ruangan untuk pertolongan pertama. Adegan mengharukan ini membuat banyak yang hadir ikut menitikkan air mata, termasuk aparat pengadilan yang bertugas.

Usai sidang, Rinaldi menyampaikan harapan satu-satunya kepada hukum. “Kami mohon pelaku dihukum seberat-beratnya agar tidak ada lagi kasus yang sama terjadi,” katanya dengan suara lirih namun penuh tekad. Pernyataan ini sekaligus menjadi representasi jeritan hati seluruh keluarga korban kejahatan terhadap anak.

Kasus ini telah memantik diskusi luas tentang perlindungan anak di Indonesia. Pakar hukum anak dari Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Syukri, menegaskan pentingnya revisi UPA (Undang-undang Perlindungan Anak). “Kejahatan terhadap anak harus mendapat hukuman yang lebih berat sebagai efek jera,” tegasnya.

Masyarakat setempat juga menggalang dukungan untuk keluarga korban. Sejumlah ormas dan LSM mengadakan aksi damai menuntut keadilan di depan pengadilan. “Kami tidak ingin ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan,” ujar Koordinator Aksi, Maruli Sitanggang.

Sidang yang penuh drama ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lain. Hakim ketua menyatakan akan mempercepat proses persidangan tanpa mengurangi hak-hak para pihak. “Kami memahami betapa beratnya kasus ini bagi semua pihak,” ujar Hakim Parlindungan Siregar.

Sementara keluarga korban harus terus berjuang melawan kesedihan yang tak bertepi, kasus ini menjadi pengingat keras bagi semua orang tua tentang pentingnya pengawasan ekstra terhadap anak-anak. Duka Hertawan dan Rinaldi mungkin takkan pernah reda, tapi mereka berharap perjuangannya bisa mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.

Pengadilan dijadwalkan akan kembali mendengar keterangan saksi kunci pada minggu depan. Masyarpun terus memantau perkembangan kasus yang telah menyentuh hati banyak orang ini, sambil berharap keadilan benar-benar ditegakkan untuk kedua malaikat kecil yang pergi terlalu dini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *