
WARTAWAN24.COM Status Geopark Kaldera Toba sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark (UGGp) sedang berada di ujung tanduk. Setelah menerima “kartu kuning” dari UNESCO, pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kini bersiap menghadapi penilaian kritis yang akan dilaksanakan pada Juni 2025. Keputusan ini akan menentukan apakah Danau Toba tetap diakui sebagai geopark dunia atau kehilangan status bergengsinya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Sumut, Dikky Anugerah, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyusun berbagai langkah strategis untuk mempertahankan status UNESCO. “Kami sedang mempersiapkan proses revalidasi dan terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keaslian budaya dan kelestarian alam Danau Toba,” jelas Dikky pada Jumat (23/5/2025).
Salah satu fokus utama Pemprov Sumut adalah meningkatkan kesadaran masyarakat lokal akan nilai-nilai pelestarian. Edukasi dilakukan melalui berbagai program sosialisasi yang melibatkan pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata, hingga masyarakat adat di sekitar Danau Toba. Harapannya, ketika tim UNESCO datang melakukan penilaian, mereka akan melihat komitmen kuat semua pihak dalam menjaga warisan alam dan budaya tersebut.
Selain itu, Pemprov Sumut juga menyiapkan sejumlah terobosan baru untuk memperkuat daya tarik Geopark Toba. Salah satunya adalah pengembangan kegiatan hybrid yang menggabungkan unsur digital dan fisik untuk mempromosikan keunikan kaldera vulkanik terbesar di dunia ini. “Kami ingin memperkenalkan Danau Toba secara lebih luas kepada wisatawan global,” tambah Dikky.
Aksesibilitas menjadi faktor krusial lain yang sedang diperbaiki. Pemprov Sumut berupaya membuka rute penerbangan langsung dari bandara internasional ke kawasan Danau Toba, sehingga wisatawan mancanegara tidak perlu lagi transit di Bandara Kualanamu, Medan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan sekaligus memperkuat penilaian UNESCO terhadap potensi geopark.
Dikky mengakui bahwa tantangan terbesar adalah memastikan pembangunan pariwisata berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Selama ini, isu sampah dan kerusakan ekosistem menjadi sorotan UNESCO dalam memberikan kartu kuning. Untuk mengatasi hal ini, Pemprov Sumut menggandeng komunitas lokal dalam program pembersihan dan penanaman pohon di kawasan strategis Danau Toba.
Di sisi budaya, upaya pelestarian tradisi Batak sebagai bagian dari kekayaan Geopark Toba juga digalakkan. Pemprov Sumut mendorong revitalisasi desa adat, festival budaya, dan pelatihan bagi generasi muda untuk melestarikan seni dan kearifan lokal. UNESCO sangat memperhatikan aspek budaya dalam penilaian status geopark, sehingga hal ini tidak boleh diabaikan.
Para pelaku usaha pariwisata di sekitar Danau Toba juga dilibatkan dalam persiapan ini. Mereka diberikan pembinaan untuk meningkatkan standar pelayanan sekaligus memastikan kegiatan wisata tidak merusak lingkungan. “Kami ingin menunjukkan bahwa pariwisata di sini berkelanjutan dan bertanggung jawab,” ujar Dikky.
Masyarakat internasional turut memantau perkembangan Geopark Toba. Banyak ahli geologi dan konservasi dunia yang menaruh harapan besar pada kelestarian kaldera ini. Jika status UNESCO dicabut, bukan hanya reputasi yang terancam, tetapi juga dampak ekonomi bagi sektor pariwisata Sumut bisa sangat signifikan.
Pemprov Sumut optimistis bahwa semua upaya yang telah dilakukan akan membuahkan hasil. “Kami yakin dengan kerja keras semua pihak, Danau Toba layak mendapatkan ‘green card’ dari UNESCO,” tegas Dikky. Namun, ia juga mengingatkan bahwa perjuangan ini membutuhkan komitmen jangka panjang, bukan hanya untuk penilaian mendatang, tetapi juga untuk masa depan Geopark Toba.
Sementara itu, berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis lingkungan, mendesak pemerintah untuk lebih serius menangani isu-isu mendasar seperti regulasi tambang ilegal dan alih fungsi lahan di sekitar Danau Toba. Mereka menekankan bahwa tanpa penegakan hukum yang kuat, upaya pelestarian hanya akan menjadi lip service belaka.
Kunjungan tim UNESCO pada Juni 2025 akan menjadi momen penentu. Pemprov Sumut berencana mempresentasikan kemajuan dan inovasi terbaru mereka dalam mengelola Geopark Toba. Presentasi ini tidak hanya mencakup aspek geologis, tetapi juga sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sekitar.
Bagi Sumatera Utara, Danau Toba bukan sekadar destinasi wisata, melainkan kebanggaan yang menyimpan sejarah geologis jutaan tahun. Kehilangan status UNESCO akan menjadi tamparan keras, tetapi di sisi lain bisa menjadi momentum untuk evaluasi dan perbaikan menyeluruh.
Masyarakat diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian Danau Toba. “Status UNESCO adalah tanggung jawab kita bersama. Mari jaga Danau Toba untuk dunia,” ajak Dikky menutup pernyataannya. Keputusan bulan depan akan menjadi bukti apakah komitmen ini benar-benar terwujud atau hanya sekadar retorika.