Gelar Melayu Serumpun 2025 di Medan Tuai Kritik: Persiapan Acara Dinilai Tidak Layak

DESTINASI WISATA SUMATRA UTARA INFO SUMUT PAK RICO Pemerintahan pemprov sumut PERBELANJAAN SUMUT

WARTAWAN24.COM Medan – Perhelatan budaya Gelar Melayu Serumpun (GeMeS) 2025 yang seharusnya menjadi ajang kebanggaan Kota Medan justru menuai kritik pedas dari masyarakat. Acara yang dijadwalkan berlangsung pada 21–25 Mei 2025 di halaman Istana Maimun, Jalan Brigjen Katamso, Kecamatan Medan Maimun, ini disebut-sebut tidak menunjukkan kesiapan yang memadai dari panitia pelaksana, khususnya dalam hal kebersihan dan kenyamanan fasilitas umum.

Kritik ini mencuat terutama di media sosial, setelah beberapa pengunjung dan tokoh masyarakat menyampaikan keluhan mereka. Salah satunya datang dari akun Instagram Walikota Medan, @ricowaas dan @ricowaasofficial, yang mendapat banyak tag dan komentar dari warganet yang kecewa dengan kondisi lokasi acara. Keluhan paling menonjol antara lain kondisi karpet yang kupak-kapik, sampah berserakan, serta toilet umum dan mushala yang kotor dan berbau tak sedap.

Acara yang menghadirkan tamu dari berbagai negara serumpun Melayu ini sejatinya memiliki potensi besar untuk mengangkat citra budaya Kota Medan ke tingkat internasional. Namun, buruknya pengelolaan teknis dan kesiapan lapangan justru menodai semangat pelestarian budaya yang ingin diangkat dalam acara ini.

Warganet juga menyoroti tindakan panik panitia yang mendadak ngepel sana-sini saat tamu mulai berdatangan, alih-alih menyiapkan lokasi dengan matang jauh sebelum acara dimulai. “Kok malah bersih-bersih pas acara udah mulai? Tamu luar negeri datang, masa kita kasih lihat sampah dan karpet robek?” tulis salah satu pengguna Instagram yang menyayangkan situasi ini.

Sebagian masyarakat bahkan menganggap bahwa situasi ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara Dinas Pariwisata Kota Medan dengan pihak panitia acara. Tagar #GemesGagal sempat menjadi tren lokal di media sosial sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap acara yang seharusnya menjadi ikon budaya Melayu tersebut.

Gelar Melayu Serumpun merupakan agenda rutin tahunan yang mempertemukan komunitas budaya dari negara-negara serumpun seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Tahun ini, undangan juga diperluas hingga mencakup perwakilan dari Thailand Selatan dan komunitas Melayu dari Afrika Selatan. Dengan skala sebesar itu, ekspektasi terhadap penyelenggaraan acara pun sangat tinggi.

Namun, kondisi di lapangan berkata lain. Berdasarkan pantauan langsung media lokal, fasilitas penunjang acara seperti toilet umum tidak layak pakai, tempat wudu di mushala dipenuhi sampah plastik dan sandal yang berserakan, serta tidak adanya petugas kebersihan yang siaga di lokasi utama acara. Hal ini membuat pengunjung merasa tidak nyaman, apalagi jika membawa anak-anak atau lansia.

Beberapa tamu dari luar negeri bahkan mengungkapkan rasa kecewa mereka secara diplomatis dalam wawancara singkat dengan wartawan. Seorang delegasi dari Malaysia menyatakan, “Kami sangat menghargai undangan ini dan semangat kebudayaannya, namun kami sedikit terkejut dengan kondisi kebersihan yang kurang terjaga.”

Dari sisi visual, karpet yang lusuh dan berlubang-lubang jelas tidak memberikan kesan elegan atau siap menyambut tamu kehormatan. Banyak bagian karpet yang sudah koyak dan terangkat, sehingga membahayakan pengunjung yang lalu-lalang. Beberapa pengunjung bahkan hampir tersandung saat berjalan.

Kritikan ini bukan hanya ditujukan kepada panitia teknis, tetapi juga kepada pemerintah kota yang dianggap lalai dalam mengawasi acara berskala internasional seperti ini. Netizen mempertanyakan mengapa hal-hal mendasar seperti kebersihan dan fasilitas umum bisa luput dari perhatian dalam sebuah event besar.

Walikota Medan melalui akun resminya belum memberikan tanggapan resmi, namun perwakilan dari Dinas Pariwisata Kota Medan menyampaikan bahwa mereka akan segera melakukan evaluasi dan perbaikan. Mereka juga mengakui adanya kekurangan dalam manajemen kebersihan dan logistik acara.

“Tim kami telah turun langsung ke lokasi untuk mengatasi kekurangan yang ada. Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan ini dan akan berupaya maksimal agar sisa hari pelaksanaan acara berjalan lebih baik,” ujar salah satu pejabat Dinas Pariwisata dalam konferensi pers singkat.

Meskipun demikian, sejumlah pengisi acara tetap menampilkan pertunjukan yang memukau. Tarian tradisional, musik Melayu, dan peragaan busana etnik masih berhasil menarik perhatian pengunjung, meski banyak yang tetap menyayangkan kurangnya kenyamanan selama menyaksikan pertunjukan.

Kejadian ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi pemerintah kota dan seluruh pihak terkait. Jika ingin mengangkat budaya ke panggung internasional, maka profesionalisme dan perhatian terhadap detail, seperti kebersihan dan kenyamanan, harus menjadi prioritas utama. Apalagi saat membawa nama baik Kota Medan dan Indonesia di hadapan para tamu mancanegara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *