
WARATWAN24.COM Medan – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) saat ini tengah menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Kepala Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Kasat Tahti) Polres Asahan, AKP S. Ia diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut karena diduga memberikan handphone kepada seorang tahanan perempuan berinisial LS (23) yang kemudian digunakan untuk melakukan video call dengan muatan seksual.
Kepala Bidang Propam Polda Sumut, Kombes Julihan, menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami alasan di balik pemberian fasilitas komunikasi tersebut kepada tahanan. Menurutnya, tindakan tersebut tidak sesuai dengan prosedur pengamanan tahanan dan berpotensi melanggar kode etik kepolisian.
“Kasat Tahti masih didalami karena memberikan handphone. Itu yang sedang kami selidiki lebih lanjut,” ujar Kombes Julihan dalam pernyataannya pada Sabtu, 17 Mei 2025. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan akan dilakukan secara menyeluruh untuk mengungkap apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam kejadian ini.
Berdasarkan informasi awal, handphone tersebut digunakan oleh LS untuk melakukan video call dengan AKP S saat dirinya berada di ruang tahanan. Video call yang dilakukan disebut bermuatan seksual, bahkan disebut terjadi saat LS sedang mandi. Dugaan ini mengarah pada kemungkinan pelanggaran berat terhadap kode etik profesi Polri dan juga norma hukum.
Kasus ini mencuat ke publik setelah muncul laporan internal yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat kepolisian. Dugaan tersebut segera ditindaklanjuti oleh Propam untuk memastikan integritas dan profesionalisme anggota Polri tetap terjaga.
Pihak Propam juga mengumpulkan bukti digital, termasuk catatan komunikasi dan rekaman CCTV di sekitar ruang tahanan, untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut. Pemeriksaan terhadap LS juga dilakukan untuk menggali lebih jauh kronologi dan intensitas komunikasi antara dirinya dengan AKP S.
Sementara itu, Polres Asahan belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pelanggaran yang melibatkan salah satu pejabat utamanya. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa AKP S telah dibebastugaskan sementara dari jabatannya selama proses penyelidikan berlangsung.
Pengamat hukum dan etika kepolisian menilai bahwa kasus ini mencoreng institusi Polri apabila terbukti benar. Pemberian akses komunikasi kepada tahanan tanpa izin resmi sudah melanggar standar operasional prosedur (SOP), apalagi jika digunakan untuk hal yang tidak pantas.
“Ini bukan hanya masalah pelanggaran etika, tapi juga menyangkut moralitas, integritas, dan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum,” ujar Dr. Hendra Siregar, pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara. Ia menambahkan bahwa penyalahgunaan posisi dan kekuasaan dalam konteks seperti ini sangat berbahaya.
Kasus ini menambah daftar panjang insiden pelanggaran disiplin dan etika di tubuh kepolisian yang belakangan menjadi sorotan. Oleh karena itu, Polda Sumut diminta bersikap tegas dan transparan dalam menangani kasus ini agar tidak menimbulkan kecurigaan dan spekulasi liar di tengah masyarakat.
Jika terbukti bersalah, AKP S berpotensi dikenakan sanksi berat mulai dari pencopotan jabatan hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Selain itu, tidak tertutup kemungkinan proses pidana dilakukan apabila ditemukan unsur pelecehan atau eksploitasi seksual dalam hubungan dengan tahanan.
Dari sisi lain, kasus ini juga menjadi evaluasi penting bagi sistem pengawasan di rumah tahanan kepolisian. Diperlukan sistem kontrol yang lebih ketat agar tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh petugas, terutama yang berkaitan dengan fasilitas komunikasi dan interaksi tahanan.
Lembaga pengawas independen seperti Kompolnas dan Ombudsman RI juga diharapkan turut memantau perkembangan kasus ini. Langkah ini penting agar penyelidikan dilakukan secara objektif dan tidak hanya menjadi penyelesaian internal yang berujung pada impunitas.
Masyarakat pun berharap agar institusi Polri mampu menunjukkan komitmen reformasi dan transparansi yang sesungguhnya. Kasus ini menjadi ujian serius terhadap upaya perbaikan citra kepolisian yang selama ini tengah dibangun.
Dengan pemeriksaan yang masih berlangsung, publik menanti langkah tegas dari Propam dan Polda Sumut. Jika kebenaran dugaan tersebut terbukti, maka penegakan disiplin harus diberlakukan tanpa pandang bulu demi menjaga marwah institusi kepolisian dan kepercayaan masyarakat.