
Wartawan24.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait status kepemilikan tanah di Sumatera Utara. Berdasarkan data terbaru, sekitar 54 persen dari tanah yang seharusnya sudah bersertifikat di provinsi tersebut ternyata masih belum memiliki legalitas yang sah.
Dalam pernyataannya usai menggelar Rapat Koordinasi di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Kota Medan, Rabu (7/5), Nusron menjelaskan bahwa dari total luas wilayah Sumut sekitar 7 juta hektare, hanya 4 juta hektare yang dapat disertifikatkan. Sisanya terdiri dari kawasan hutan lindung, danau, dan wilayah konservasi lainnya yang memang tidak diperuntukkan bagi kepemilikan pribadi.
Namun dari 4 juta hektare yang bisa disertifikatkan, lebih dari setengahnya—atau sekitar 2 juta hektare—masih belum memiliki sertifikat resmi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait kepastian hukum atas kepemilikan lahan dan potensi konflik agraria yang bisa muncul sewaktu-waktu.
“Ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati atau kelola,” kata Nusron. Ia menambahkan bahwa pemerintah pusat menargetkan percepatan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di daerah tersebut sebagai langkah solutif.
Program PTSL merupakan salah satu upaya strategis pemerintah dalam memastikan seluruh bidang tanah di Indonesia terdaftar dan memiliki sertifikat. Namun, implementasi program ini di lapangan kerap menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia hingga masalah tumpang tindih lahan.
Di Sumatera Utara, persoalan klasik seperti kurangnya data base pertanahan yang akurat dan konflik kepemilikan menjadi penghambat utama proses sertifikasi. Tak jarang pula ditemukan lahan yang dikuasai turun-temurun tanpa dokumen legal yang lengkap, sehingga menyulitkan proses pendaftaran.
Nusron menegaskan bahwa pemerintah akan menyiapkan langkah-langkah konkret untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Salah satunya dengan melakukan digitalisasi data pertanahan serta membuka ruang partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan mendaftarkan kepemilikan tanah mereka.
Pemerintah daerah juga diminta aktif membantu, terutama dalam penyediaan peta wilayah, penanganan sengketa, serta penyuluhan kepada masyarakat terkait pentingnya legalitas tanah. “Pemerintah daerah tidak bisa tinggal diam. Harus ikut dalam percepatan ini,” ujar Nusron.
Selain aspek legalitas, sertifikasi tanah juga penting dalam menunjang pembangunan ekonomi masyarakat. Tanah yang sudah bersertifikat dapat dijadikan jaminan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga membuka peluang usaha dan peningkatan kesejahteraan.
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, yang turut hadir dalam rapat koordinasi tersebut menyambut baik komitmen pemerintah pusat. Ia mengakui bahwa memang masih banyak masyarakat di wilayahnya yang belum memiliki sertifikat tanah, terutama di pedesaan dan daerah terpencil.
Pemerintah provinsi, kata Edy, siap mendukung penuh percepatan program PTSL dan akan berkoordinasi dengan kepala daerah tingkat kabupaten/kota agar program ini berjalan efektif dan tepat sasaran. “Kami tidak ingin masyarakat terus hidup dalam ketidakpastian. Legalitas atas tanah itu hak dasar yang harus dipenuhi,” tegasnya.
Tak hanya berfokus pada kepemilikan individu, sertifikasi juga penting untuk tanah-tanah milik adat, wakaf, dan fasilitas umum. Menurut Nusron, reformasi agraria juga mencakup pengakuan terhadap tanah-tanah komunal yang selama ini belum tersentuh proses legalisasi.
Pemerintah pusat menargetkan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, seluruh bidang tanah yang dapat disertifikatkan di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara, akan terdaftar dan memiliki dokumen hukum yang sah. Target ambisius ini membutuhkan kerja sama lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Masyarakat diimbau agar proaktif dalam mengikuti program sertifikasi tanah. Dengan adanya sertifikat, hak atas tanah akan lebih terjamin dan terhindar dari sengketa atau pengambilalihan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan tantangan yang ada, Nusron tetap optimis bahwa Sumatera Utara bisa menjadi contoh keberhasilan program sertifikasi tanah jika seluruh pihak bersinergi. “Kepastian hukum atas tanah bukan hanya untuk pembangunan, tapi juga untuk keadilan sosial,” pungkasnya.