
Wartawan24.com – Seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial AH di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, resmi ditangkap oleh pihak kepolisian akibat terjerat kasus korupsi dana desa. Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Sipare-Pare periode 2016 hingga 2022 ini diduga menyelewengkan dana desa sebesar Rp 740 juta untuk kepentingan pribadi, termasuk untuk membayar utang.
Kapolres Labuhanbatu, AKBP Choky Sentosa Meliala, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa praktik korupsi yang dilakukan oleh AH berlangsung selama masa jabatannya sebagai kepala desa. Modus yang digunakan oleh tersangka mencakup sejumlah pelanggaran serius terhadap aturan pengelolaan keuangan desa.
“Modus operandi AH antara lain tidak menyetorkan sisa anggaran ke kas desa, tidak melaksanakan pembangunan, serta tidak membayarkan hak-hak perangkat desa,” ujar AKBP Choky kepada awak media. Ia menambahkan bahwa tindakan AH telah menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar dan menghambat pembangunan desa yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari warga setempat yang mencurigai tidak adanya progres pembangunan di desa meskipun anggaran terus dikucurkan setiap tahunnya. Investigasi lebih lanjut pun dilakukan oleh aparat kepolisian bersama inspektorat daerah, dan hasil audit membuktikan adanya penyelewengan dana desa yang signifikan.
AH diketahui memanfaatkan posisinya sebagai kepala desa untuk memanipulasi laporan pertanggungjawaban keuangan desa. Beberapa proyek pembangunan yang seharusnya terealisasi, seperti pembangunan jalan desa, perbaikan irigasi, dan renovasi fasilitas umum, sama sekali tidak dikerjakan. Namun, dalam laporan pertanggungjawaban, seluruh kegiatan tersebut dilaporkan telah selesai 100 persen.
Selain itu, AH juga dilaporkan tidak membayarkan honor dan tunjangan perangkat desa selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menimbulkan keresahan dan kekecewaan di kalangan aparat desa yang merasa haknya diabaikan oleh pimpinan mereka sendiri.
Dalam proses pemeriksaan, AH mengakui bahwa sebagian besar dana yang ia selewengkan digunakan untuk melunasi utang pribadi. Ia mengaku terlilit masalah keuangan sejak sebelum menjabat sebagai kepala desa, dan dana desa yang ia kelola dianggap sebagai jalan keluar dari permasalahan pribadinya.
Pernyataan tersebut memicu kecaman dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat dan aktivis antikorupsi. Mereka menyayangkan bagaimana jabatan publik digunakan untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan dampak luasnya terhadap kesejahteraan warga desa.
Penangkapan AH menjadi bukti bahwa praktik korupsi di tingkat desa masih menjadi persoalan serius yang harus ditangani dengan tegas. Pemerintah pusat selama ini telah mengalokasikan dana desa dalam jumlah besar untuk mempercepat pembangunan di wilayah pedesaan. Namun, lemahnya pengawasan sering kali membuat dana tersebut rawan diselewengkan.
Kapolres Labuhanbatu menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal penggunaan dana desa dan menindak tegas siapapun yang terbukti melakukan penyimpangan. Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak takut melapor jika mengetahui adanya penyalahgunaan anggaran di tingkat desa.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan desa. Salah satu langkah yang direncanakan adalah memperketat sistem pelaporan dan mendorong transparansi anggaran melalui sistem digital.
AH saat ini ditahan di Mapolres Labuhanbatu untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan terancam hukuman penjara hingga 20 tahun, serta denda dalam jumlah besar.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pejabat desa di seluruh Indonesia agar tidak menyalahgunakan dana yang dipercayakan kepada mereka. Dana desa adalah aset publik yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya diri sendiri.
Diharapkan melalui penegakan hukum yang konsisten, kasus seperti yang melibatkan AH tidak akan terulang kembali. Masyarakat pun diminta untuk terus mengawasi penggunaan dana desa secara aktif, agar transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa dapat terwujud secara nyata.