Fenomena #KaburAjaDulu, Momentum Introspeksi bagi Pemerintah

indonesiaku Pemerintahan

Wartawan24.com – Fenomena #KaburAjaDulu yang ramai di media sosial belakangan ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris. Ia menilai bahwa gerakan ini merupakan bentuk ketidakpuasan anak muda terhadap peluang karier di dalam negeri, bukan sekadar tren sesaat.

Menurut Charles, pemerintah seharusnya menjadikan fenomena ini sebagai bahan introspeksi, bukan justru melabeli anak muda yang ingin mencari peluang di luar negeri sebagai tidak nasionalis.

“Tagar #KaburAjaDulu yang belakangan ramai di media sosial harus disikapi dengan bijak, bukan dengan sembarang mencap mereka tidak nasionalis atau bahkan menyuruh mereka untuk tidak kembali,” ujar Charles pada Rabu (19/2/2025).

Fenomena #KaburAjaDulu sendiri muncul dari keresahan generasi muda terhadap kondisi ekonomi, kesempatan kerja, serta kualitas hidup di Indonesia. Banyak dari mereka yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak dan memilih untuk mencari kesempatan di luar negeri.

Berdasarkan survei yang dilakukan beberapa lembaga riset, mayoritas anak muda yang ingin bekerja di luar negeri mengeluhkan minimnya kesejahteraan, terbatasnya kesempatan berkembang, serta tingginya biaya hidup yang tidak sebanding dengan penghasilan.

Tidak sedikit dari mereka yang melihat negara-negara seperti Singapura, Australia, Jepang, hingga Kanada sebagai destinasi ideal untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Faktor seperti gaji lebih tinggi, kesejahteraan sosial yang lebih baik, serta lingkungan kerja yang lebih profesional menjadi alasan utama keputusan mereka untuk “kabur” sementara dari Indonesia.

Charles menilai bahwa reaksi pemerintah terhadap fenomena ini sangat penting. Daripada menyalahkan generasi muda, ia mendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan, meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, serta menciptakan lebih banyak peluang ekonomi yang bisa membuat anak muda merasa optimis untuk tetap berkarier di dalam negeri.

“Kita harus tanya, mengapa mereka ingin pergi? Apakah lapangan kerja yang ada di Indonesia sudah cukup memberikan kepastian dan kesejahteraan? Jangan sampai kita hanya menyalahkan mereka, tetapi tidak memperbaiki akar masalahnya,” lanjutnya.

Banyak ahli ekonomi juga menyatakan bahwa fenomena ini adalah cerminan dari daya saing tenaga kerja Indonesia yang masih perlu ditingkatkan. Jika banyak anak muda berbakat memilih pergi ke luar negeri, maka Indonesia berpotensi mengalami brain drain, yaitu kehilangan sumber daya manusia terbaiknya.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu mengambil langkah nyata, seperti meningkatkan upah minimum, memberikan insentif bagi industri yang menciptakan lapangan kerja berkualitas, serta mengembangkan ekosistem kerja yang lebih mendukung anak muda untuk berkembang.

Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa migrasi tenaga kerja ke luar negeri tidak selalu buruk. Justru, mereka yang bekerja di luar negeri bisa mengirimkan devisa ke tanah air serta membawa kembali pengalaman dan ilmu yang bermanfaat jika suatu saat mereka memilih untuk kembali ke Indonesia.

Namun, pemerintah tetap harus menciptakan kondisi yang lebih menarik agar anak muda tidak merasa “terpaksa” pergi karena tidak ada pilihan lain di dalam negeri. Jika peluang yang tersedia lebih menjanjikan, tentu banyak dari mereka yang tetap akan memilih untuk berkarya di Indonesia.

Fenomena ini juga harus menjadi peringatan bagi dunia usaha di Indonesia untuk lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan, memperbaiki sistem rekrutmen, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan suportif.

Ke depan, pemerintah perlu membuka lebih banyak dialog dengan generasi muda untuk memahami kebutuhan dan harapan mereka terhadap masa depan karier di dalam negeri. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat bisa lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini.

Kesimpulannya, #KaburAjaDulu bukanlah sekadar tren di media sosial, melainkan refleksi dari permasalahan mendasar yang perlu segera ditangani. Jika pemerintah bisa merespons dengan kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin fenomena ini bisa berbalik menjadi “Tetap di Sini Aja”, di mana anak muda lebih memilih untuk membangun karier dan masa depan mereka di tanah air.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *