
Wartawan24.com– Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa narapidana pengedar narkoba dan pelaku tindak pidana korupsi tidak akan mendapatkan amnesti. Pernyataan ini ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi XIII DPR RI pada Senin, 17 Februari 2025.
Supratman menjelaskan bahwa pemerintah hanya akan memberikan amnesti kepada empat kategori narapidana tertentu. Kategori tersebut mencakup pelanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penghinaan kepada kepala negara, pengguna narkoba dengan barang bukti di bawah 1 gram, narapidana dengan gangguan mental, serta napi lanjut usia atau sakit berkepanjangan.
Menurutnya, kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak sosial, keadilan hukum, dan kepentingan publik. Ia menegaskan bahwa proses pemberian amnesti akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian sebelum diajukan kepada Presiden untuk disetujui.
“Kami pastikan bahwa pengedar narkoba dan koruptor tidak akan mendapat amnesti. Pemerintah sangat serius dalam upaya pemberantasan narkoba dan korupsi di Indonesia,” ujar Supratman dalam rapat tersebut.
Keputusan ini disambut baik oleh banyak pihak, terutama aktivis antikorupsi dan pemerhati hukum yang menilai bahwa pelaku kejahatan berat seperti korupsi dan narkotika harus mendapatkan hukuman maksimal tanpa adanya keringanan hukum.
Menurut data yang dihimpun dari Kementerian Hukum dan HAM, jumlah narapidana kasus narkoba dan korupsi di Indonesia tergolong tinggi. Oleh karena itu, pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan amnesti tidak disalahgunakan untuk memberikan keleluasaan kepada pelaku kejahatan yang memiliki dampak besar terhadap masyarakat.
Supratman juga menekankan bahwa pemberian amnesti harus tetap mengedepankan asas keadilan bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, hanya kategori tertentu yang dianggap layak untuk mendapatkan amnesti, seperti narapidana yang tidak melakukan tindak kejahatan serius dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan khusus.
Lebih lanjut, pemerintah akan melakukan evaluasi ketat terhadap setiap permohonan amnesti sebelum diajukan kepada Presiden. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi.
Dalam rapat kerja tersebut, beberapa anggota DPR menyampaikan dukungan terhadap keputusan Menkumham. Mereka menilai bahwa pemberian amnesti harus dilakukan secara selektif dan tidak boleh merugikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
Sebagian anggota Komisi XIII DPR juga meminta pemerintah untuk lebih memperketat pengawasan di lembaga pemasyarakatan agar tidak ada praktik suap atau upaya dari napi tertentu untuk memanipulasi status hukumnya demi mendapatkan amnesti.
Aktivis hukum dan masyarakat sipil juga mengingatkan pemerintah agar tetap transparan dalam proses pemberian amnesti. Mereka berharap agar kriteria yang ditetapkan benar-benar dijalankan tanpa ada intervensi politik atau kepentingan tertentu.
Selain itu, keputusan untuk tidak memberikan amnesti kepada koruptor juga dianggap sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang terus digalakkan oleh pemerintah. Korupsi telah menjadi salah satu kejahatan yang paling merugikan negara dan masyarakat, sehingga langkah tegas seperti ini dinilai sangat penting.
Sementara itu, terkait dengan napi pengguna narkoba dengan barang bukti di bawah 1 gram, pemerintah menilai bahwa mereka adalah korban yang masih bisa direhabilitasi. Oleh karena itu, pemberian amnesti terhadap kelompok ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
Sedangkan bagi napi yang mengalami gangguan mental atau memiliki kondisi kesehatan yang serius, pemerintah beranggapan bahwa hukuman di dalam penjara mungkin bukan solusi yang terbaik. Oleh karena itu, amnesti diberikan sebagai bentuk kebijakan kemanusiaan.
Dengan adanya keputusan ini, pemerintah berharap bahwa kebijakan amnesti yang diterapkan tidak hanya memberikan keadilan bagi masyarakat, tetapi juga tetap menjaga ketegasan dalam penegakan hukum, terutama dalam kasus-kasus besar seperti narkoba dan korupsi.
Masyarakat kini menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah dalam menindaklanjuti kebijakan ini, termasuk bagaimana mekanisme seleksi terhadap narapidana yang akan mendapatkan amnesti. Keputusan ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.