Kualitas Udara Jakarta Kembali Memburuk, Masuk Peringkat 63 Dunia

indonesiaku

WARTAWAN24.COM  – Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi perhatian setelah pagi ini tercatat sebagai kota dengan udara terburuk ke-63 di dunia. Data ini diperoleh dari pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh lembaga pemantau independen, menunjukkan bahwa indeks kualitas udara (AQI) di ibu kota berada pada level yang tidak sehat bagi kelompok sensitif.

Peningkatan polusi udara di Jakarta bukanlah hal baru. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi memburuknya kualitas udara adalah tingginya emisi kendaraan bermotor, polusi industri, dan cuaca yang tidak mendukung penyebaran polutan. Selain itu, musim kemarau yang panjang juga memperburuk kondisi ini karena minimnya hujan yang bisa membantu mengurangi partikel polutan di udara.

Menurut data yang dihimpun, konsentrasi PM2.5—partikel halus yang berbahaya bagi kesehatan—tercatat jauh melebihi batas aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). PM2.5 adalah salah satu polutan utama yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah, meningkatkan risiko penyakit pernapasan, jantung, serta gangguan kesehatan lainnya.

Masyarakat Jakarta mulai merasakan dampak buruk dari polusi udara yang semakin parah. Beberapa warga mengeluhkan iritasi mata, sesak napas, dan peningkatan kasus batuk serta flu. Seorang pekerja kantoran di Jakarta Selatan, Rina (32), mengatakan bahwa ia harus lebih sering menggunakan masker ketika bepergian ke luar ruangan. “Udara terasa lebih berat, napas jadi tidak nyaman, apalagi kalau harus naik kendaraan umum,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun tidak tinggal diam. Sejumlah langkah untuk mengatasi polusi udara telah dicanangkan, termasuk memperketat regulasi terhadap emisi kendaraan bermotor, mendorong penggunaan transportasi publik, serta memperbanyak ruang hijau di kota. Namun, hasil dari kebijakan ini belum terlihat signifikan, mengingat masih tingginya tingkat polusi udara yang tercatat setiap harinya.

Ahli lingkungan dari Universitas Indonesia, Dr. Budi Santoso, menilai bahwa pengendalian polusi udara di Jakarta harus dilakukan secara lebih komprehensif. “Tidak cukup hanya dengan pembatasan kendaraan atau penghijauan, tetapi juga harus ada langkah serius untuk mengurangi emisi industri dan meningkatkan efisiensi energi,” katanya.

Sementara itu, masyarakat diimbau untuk mengambil langkah-langkah perlindungan diri di tengah kondisi udara yang memburuk. Penggunaan masker dengan filtrasi tinggi, seperti masker N95, dianjurkan bagi mereka yang sering beraktivitas di luar ruangan. Selain itu, menutup jendela dan menggunakan alat pemurni udara di dalam rumah dapat membantu mengurangi paparan polusi.

Selain faktor emisi kendaraan dan industri, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia juga berkontribusi terhadap peningkatan polusi udara di Jakarta. Asap yang terbawa angin dari daerah lain semakin memperburuk kondisi udara di ibu kota. Oleh karena itu, pemerintah pusat juga perlu mengambil langkah preventif untuk mencegah kebakaran hutan yang berulang setiap tahunnya.

Beberapa negara telah berhasil mengurangi polusi udara dengan menerapkan kebijakan ketat, seperti pembatasan kendaraan berbahan bakar fosil dan penggunaan energi bersih. Kota-kota seperti Beijing dan New Delhi yang sebelumnya juga menghadapi permasalahan polusi serius kini mulai menunjukkan perbaikan setelah menerapkan kebijakan-kebijakan ketat. Jakarta pun diharapkan dapat belajar dari langkah-langkah yang telah dilakukan negara lain untuk mengatasi masalah ini.

Salah satu solusi jangka panjang yang sedang didorong adalah percepatan penggunaan kendaraan listrik sebagai pengganti kendaraan berbahan bakar minyak. Pemerintah telah memberikan insentif bagi masyarakat yang ingin beralih ke kendaraan listrik, namun infrastruktur pengisian daya yang masih terbatas menjadi kendala utama dalam penerapannya.

Selain itu, kesadaran masyarakat dalam mengurangi polusi juga menjadi faktor penting. Penggunaan transportasi umum, beralih ke energi ramah lingkungan, serta mengurangi aktivitas yang menghasilkan emisi tinggi merupakan langkah kecil yang bisa berdampak besar jika dilakukan secara bersama-sama.

Dalam jangka pendek, Pemprov DKI Jakarta berencana untuk kembali menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan berdasarkan nomor pelat ganjil-genap secara lebih ketat. Namun, kebijakan ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada kendaraan pribadi untuk beraktivitas sehari-hari.

Beberapa aktivis lingkungan juga mendorong pemerintah untuk memperbanyak kawasan hijau di Jakarta. Saat ini, luas ruang terbuka hijau (RTH) di ibu kota masih jauh dari target yang ditetapkan. Dengan menambah jumlah taman kota dan hutan kota, diharapkan dapat membantu menyerap polutan dan memperbaiki kualitas udara secara bertahap.

Kualitas udara yang semakin buruk di Jakarta menjadi alarm bagi semua pihak. Pemerintah, industri, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini sebelum berdampak lebih luas terhadap kesehatan publik. Jika tidak ada langkah konkret yang dilakukan, bukan tidak mungkin peringkat polusi udara Jakarta di tingkat dunia akan semakin memburuk di masa mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *